Wednesday 6 May 2015

Tokoh dan organisasi jaman pergerakan nasional


Tokoh Pergerakan Nasional


Budi Utomo
Organisasi ini sebelumnya merupakan ide seorang dr. Wahidin Sudirohusodo untuk membentuk sebuah Studiefounds. Dan ini adalah organisasi pertama di Indonesia, dibentuk oleh Dr. Sutomo yang memimpin para mahasiswa STOVIA di Batavia pada tanggal 20 Mei 1908.
Maka dari itu, setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Adapun tujuan dari Budi Utomo sendiri adalah :

1. Mengajukan pengajaran,
2. Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan,
3. Memajukan Teknik dan Industri, dan
4. Menghidupkan kembali kebudayaan.
SI (Sarekat Islam)
H. Samanhudi yang seorang pedagang batik mendirikan organisasi ini. Pada tahun 1911 yaitu 3 tahun setelah berdirinya Budi Utomo.
Pada awal pembentukannya organisasi ini bernamakan SDI (Sarekat Dagang Islam) namun atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama itupun diganti menjadi SI (Sarekat Islam) saja, agar keanggotaannya tidak terbatas pada pedagang saja.

Tujuan dari organisasi ini juga tidak berbau politik, yaitu :

1. Memajukan perdagangan,
2. Membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan usaha,
3. Memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli, dan
4. Memajukan kehidupan agama Islam

karena perkembangan SI yang pesat mengundang perhatian dari kelompok sosialis kiri yang tergabung dalam ISDV
Maka dalam perkembangannya SI pecah jadi dua kelompok ;

a) Kelompok nasionalis religius (Sarekat Islam Putih) dengan asas perjuangan Islam di bawah H.O.S. Cokroaminoto.
b) Kelompok ekonomi dogmatis (Sarekat Islam Merah) dengan haluan sosialis kiri dipimpin oleh Semaun dan Darsono.
Indische Partij
Tanggal 25 Desember 1912 di Bandung, berdirilah sebuah organisasi nasionalis yaitu Indische Partij. Didirikan oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Organisasi ini bercita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, cita-cita ini banyak disebar-luaskan melalui surat kabar De Expres.

Ada juga susunan program kerjanya :

1. Meresapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia),
2. Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan,
3. Memberantas usaha-usaha yang memecah belah antar agama,
4. Memperbesar pengaruh pro-Hindia di pemerintahan, dan
5. Berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang.
6. Pengajaran harus digunakan untuk kepentingan ekonomi Hindia.

Dari atas, kita tahu bahwa ini adalah sebuah partai politik pertama di Indonesia dengan haluan koperasi.
Muhammadiyah
KH. Ahmad Dahlan yang mendirikannya pada tanggal 18 November 1912 dengan asas perjuangan Islam dan kebangsaan Indonesia, namun bersifat nonpolitik.

Muhammadiyah bertujuan :

1. Memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam
2. dan Mengembangkan pengetahuan ilmu agama.

Untuk itu maka usaha Muhammadiyah mencapainya adalah sebagai berikut :

a) Mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam (TK sampai perguruan tinggi),
b) Mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah yatim, masjid, dan
c) Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Taman Siswa
Setelah kembali dari pengasingannya di Belanda (pada masa Indische Partij mengalami kemunduran) Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta.
Taman Siswa sangat berjasa dalam mengajari rakyat Indonesia berbagai macam hal seperti; berbahasa asing, sejarah, sastra, agama, dan lain-lain.
Sistem “among” diterapkan dengan pola belajar “asah, asih dan asuh” di Taman Siswa ini.

Atas perjuangannya yang luar biasa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa maka tanggal 2 Mei (kelahiran Ki Hajar Dewantara) dijadikan hari Pendidikan Nasional.
PKI (Partai Komunis Indonesia)
Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet.

9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV).
Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.

Dengan cara itu Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI Cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxisnya dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.

Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).

PKI semakin aktif dalam percaturan politik dan untuk menarik massa maka dalam propagandanya PKI menghalalkan secara cara. Sampai-sampai tidak segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Al - Qur'an dan Hadis bahkan juga Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil. 

Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri sehingga merencanakan suatu petualangan politik. Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Batavia dan disusul di daerah-daerah lain, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya, ribuan rakyat ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua)
PNI (Partai Nasional Indonesia)
Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik, yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI). PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air.

Radikal PNI telah kelihatan sejak awal berdirinya. Hal ini terlihat dari anggaran dasarnya bahwa tujuan PNI adalah Indonesia merdeka dengan strategi perjuangannya nonkooperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka PNI berasaskan pada self help, yakni prinsip menolong diri sendiri, artinya memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang telah rusak oleh penjajah dengan kekuatan sendiri; nonkooperatif, yakni tidak mengadakan kerja sama dengan pemerintah Belanda; Marhaenisme, yakni mengentaskan massa dari kemiskinan dan kesengsaraan.

PNI telah menetapkan program kerja sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang pertama di Surabaya pada tahun 1928, seperti berikut.

1) Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia.

2) Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi.

3) Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan mendirikan poliklinik.

Dengan munculnya isu bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara besar-besaran dan menangkap empat pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Maskun, Gatot Mangunprojo dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung.

Dalam sidang pengadilan, Ir. Soerkarno mengadakan pembelaan dalam judul Indonesia Menggugat. Atas dasar tindakan melanggar Pasal "karet" 153 bis dan Pasal 169 KUHP, para pemimpin PNI dianggap mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan Belanda sehingga dijatuhi hukuman penjara di Penjara Sukamiskin Bandung. Sementara itu, pimpinan PNI untuk sementara dipegang oleh Mr. Sartono dan dengan pertimbangan demi keselamatan maka pada tahun 1931 oleh pengurus besarnya PNI dibubarkan. Hal ini menimbulkan pro dan kontra.

Mereka yang pro pembubaran, mendirikan partai baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI dengan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.

Gerakan Wanita
Munculnya gerakan wanita di Indonesia, khusunya di Jawa dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan wanita Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum wanita Indonesia melalui pendidikan.

Cita-citanya tersebut tertulis dalam surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang diterjemahkan dalam judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cita-cita R.A. Kartini ini mempunyai persamaan dengan Raden Dewi Sartika yang berjuang di Bandung.

Semasa Pergerakan Nasional maka muncul gerakan wanita yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi-organisasi yang ada, antara lain sebagai berikut.

1) Putri Mardika di Batavia (1912) dengan tujuan membantu keuangan bagi wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya.

2) Kartinifounds, yang didirikan oleh suami istri T.Ch. van Deventer (1912) dengan membentuk sekolah-sekolah Kartini di  Semarang, Batavia, Malang, dan Madiun.

3) Kerajinan Amal Setia, di Koto Gadang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus (1914).  
Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita dengan cara memberi pelajaran membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah tangga, membuat kerajinan, dan cara pemasarannya.

4) Aisyiah, merupakan organisasi wanita Muhammadiyah yang didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917). Tujuannya untuk memajukan pendidikan dan keagamaan kaum wanita.

5) Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup banyak

Puncak gerakan wanita, yaitu dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres menghasilkan bentuk perhimpunan wanita berskala nasional dan berwawasan kebangsaan, yakni Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Dalam Kongres Wanita II di Batavia pada tanggal 28–31 Desember 1929 PPI diubah menjadi Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia (PPII). Kongres Wanita I merupakan awal dari bangkitnya kesadaran nasional di kalangan wanita Indonesia sehingga tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu.
Pemufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
Berdiri 17 Desember 1926, yang terdiri dari gabungan PNI, PSI, Algeme Studi Club, BO,
Pasundan, Serikat Sumatra, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club, Serikat Madura,
Tirtayasa, dan Serikat Celebes. Tokohnya : Ir. Soekarno (PNI) dan Dr. Sukiman
(Sarekat Islam).
l. Kongres Pemuda
1. Kongres Pemuda I, di Jakarta, 30 April 1926
2. Kongres Pemuda II, di Jakarta, 27-28 Oktober 1028

Partai Indonesia Raya (Parindra)

Budi Utomo dan Persatuan Bangsa melaui kongres di Solo tanggal 24-26 Desember
1935, berfusi menjadi Parindra (Partai Indonesia Raya), dan Dr. Soetomo sebagai
ketua.
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
Dibentuk pada tanggal 25 September 1937 di Surabaya. Dicetuskan oleh K.H. mas
Mansur dari Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan dari Muhammadiyah, dan K.H. Abdul
Wahab dari NU.
Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
Didirikan tanggal 21 Mei 1939 dibawah pimpinan Muh. Husni Tamrin.
Asas kegiatan GAPI, yaitu :
1. Hak menentukan nasibnya sendiri;
2. Persatuan nasional diseluruh bangsa Indonesia berdasarkan demokrasi dalam
bidang social, politik, dan ekonomi;
3. Mengadakan kesatuan aksi seluruh pergerakan nasional

No comments:

Post a Comment